[Vignette] Bringing Happiness
a
fanfic by Sukma
Cast:
Red Velvet’s Joy & EXO’s Chen | Genre: Sad, Fluff/Comfort, Tragedy |
Rating: General | Duration: Vignette (1.231word) | Disclaimer: I just own the
idea and plot :D
-
Ia begitu membenci musim gugur...
-
Joy terdiam, menatap
delusi dari lampu kota yang memasuki netranya. Helaan nafasnya terdengar begitu
jelas–mendominasi semua suara yang terdengar. Si gadis menutup manik hazel-nya dengan damai.
-
Daun maple, pie hangat, angin sore yang berhembus.
Ia berusaha untuk tidak menikmati semuanya...
-
Suhu minimalis yang
membelenggu raga ringkihnya membuat semua memori terasa sukar untuk diingat.
Kecuali memori kelamnya dengan seseorang yang dulu begitu mempesona.
-
Baginya, musim gugur tidak pernah membawa kebahagiaan...
-
Selama Joy
mengenalnya, semua persoalan hidupnya terasa begitu mudah untuk dilewati. Joy
berpikir seseorang yang begitu mempesona tersebut akan menemaninya setiap saat.
Namun, keinginan sangat bisa bertolak belakang dengan kenyataan. Persepi Joy
salah.
-
Hanya dengan memikirkan musim gugur, ia cukup muak.
Musim gugur tidak pernah menyenangkan dimatanya...
-
Chen. Begitulah Joy
memanggilnya. Seseorang yang Joy anggap begitu mempesona. Chen yang menjadi
cinta pertama untuk Joy. Chen yang sangat hangat dan menyenangkan.
-
Dulu, ia begitu menyukai musim gugur–bahkan menantinya.
Hanya karena sebuah alasan, musim gugur tidak lagi
menjadi favoritnya...
-
Joy terlalu percaya
pada keinginannya. Pemikiran akan Chen yang akan meninggalkannya suatu saat
tidak pernah singgah di otaknya. Ia menyayangi Chen, dan Chen pun begitu. Mereka
adalah remaja yang tengah mengalami masa jatuh cinta untuk pertama kalinya. Selang
beberapa waktu, mereka menjalin sebuah hubungan manis. Mereka sepasang kekasih
mulai detik ini.
-
Sekarang, ia tidak lagi
menyukai kesukaannya sejak kecil tersebut.
Musim gugur terlalu
menyedihkan untuk diingat...
-
Hubungan mereka
baik-baik saja selama dua puluh empat bulan–ah, dua tahun. Joy masih sama
seperti saat Chen mengenalnya untuk pertama kali. Kekanakan namun pengertian.
Hal itu yang membuat Chen mempertahankan Joy. Walau hatinya berteriak kalau ia
bosan dengan gadis itu. Rasa sayang itu mulai menghilang seiring dengan
berjalannya waktu. Namun, Chen menyembunyikannya. Ia hanya tidak ingin hati Joy
terluka karenanya.
-
Seharusnya, ia menyadari hal
ini sejak lama.
Rasa sayang ini akan
menghilang juga nantinya. Harusnya ia menyadari hal itu...
-
Joy menyadari
perubahan sikap Chen. Lelaki itu mulai menghindarinya secara bertahap. Namun
Joy adalah tipikal orang yang selalu berpikir positif. Mungkin perubahan sikap
kekasihnya itu karena umur mereka yang tidak lagi sama seperti dulu. Joy hanya
bisa terdiam dalam kemakluman bisu. Ia tidak bisa berbuat apapun.
-
Dengan begitu, ia tidak akan
merasakan rasa sakit seperti ini.
Rasa sakit yang tidak kunjung
beranjak dari dirinya setelah bertahun-tahun menyiksa batinnya...
-
Mereka memutuskan
untuk bertemu di akhir pekan musim gugur. Tepat bulan ke dua puluh enam
kebersamaan mereka. Dan Joy memberanikan diri untuk menanyakan perubahan sikap
Chen nantinya. Ia harus menanyakannya. Harus. Apapun resiko yang akan ia
dapatkan, ia harus siap menerimanya. Joy adalah gadis yang mengutamakan rasa
penasaran di atas segalanya.
-
Ia sangat percaya kalau rasa
sayang yang diberikan padanya akan abadi.
Tapi, itu semua hanyalah
kebohongan yang mudah diucapkan oleh semua orang...
-
“Chen, ada sesuatu
yang ingin kutanyakan padamu.”
Suara rendah si gadis
mampu membuat Chen menoleh. Ia membalikkan tubuhnya, menghadap Joy yang
sekarang menunduk dalam. Apa jalanan lebih menarik ketimbang wajah kekasihmu,
Joy?
“Ya. Bertanyalah.”
Dingin. Chen berubah menjadi sangat kaku sekarang. Lelaki itu tidak lagi mampu
membuat hati Joy tenang. Ia meremas ujung white-dress yang ia kenakan. Rasa gugup
menjalari tubuhnya. Ia seakan tidak bisa berkata-kata lebih banyak lagi.
“Apa... Apa sesuatu terjadi
padamu? Kau berubah sekarang, Chen.”
Dan Joy tidak sanggup
melihat reaksi Chen.
-
Dan ia hanya berharap semua
ini hanyalah mimpi buruk.
Mimpi buruk yang akan
berhenti tatkala ia tersadar dari tidurnya...
-
“Apa maksudmu, Joy?
Aku sama sekali tidak berubah. Mungkin hanya perasaanmu saja,” Chen menyangkal.
Ia memandang si gadis dengan tatapan penuh selidik. Jauh di dalam hati Chen, ia
mengiyakan ucapan tersebut.
Benar. Ucapan yang
mengatakan bahwa Chen benar-benar sudah berubah.
-
Ia tidak bisa membencinya,
bahkan untuk sedikit melupakannya beberapa menit.
Karena, ia masih sangat
menyayanginya, lebih dari siapapun...
-
Joy memandang manik
obsidian milik lelaki di hadapannya. Manik yang dulunya menatapnya bersahabat,
kini tandas–tergantikan dengan pandangan datar tanpa arti. Hati lembut gadis
itu terasa remuk. Ia tidak bisa menerima kenyataan menyakitkan ini. Chen–mungkin–sudah
tidak lagi mencintainya.
“Ah, begitu? Aku juga
berharap itu cuma perasaanku saja.”
Seulas senyum
menghiasi bibir Joy. Senyum yang sayangnya terasa begitu sulit untuk Joy
lakukan.
-
Sekarang ini, ia hanya
menginginkan satu hal.
Ia hanya ingin seseorang yang
ia cintai bahagia, meski kebahagiaan itu bukan karenanya...
-
Malam yang dingin
membuat Joy dengan serta-merta merapatkan mantel coklat susu yang ia kenakan.
Tubuhnya bergetar, tak mampu menahan rasa dingin yang menusuk kulitnya.
Nafasnya terdengar teratur. Sunyi yang tercipta membuat Joy mampu mendengar
detak jantungnya sendiri.
Ia tengah menikmati
malam yang sendu ketika ponselnya berdering beberapa kali. Joy melirik layar
ponsel dengan malas. Ia menghela nafas ketika sebuah nama terpampang dengan
jelas.
Chen is calling...
Tangannya tergerak
untuk meraih ponselnya. Ia harap suara menyenangkan itu menanyakan keadaannya
saat ini, persis seperti yang Chen lakukan di awal hubungan mereka.
“Halo.”
“Joy, ada sesuatu
yang harus kukatakan padamu.”
Joy menelan ludahnya
payah. Lagi-lagi, ia harus berhadapan dengan suara dingin milik Chen. Dan Joy
sangat membencinya...
-
Demi seseorang yang ia
cintai, ia rela melakukan hal apapun.
Meski ia harus mengorbankan
hatinya sendiri untuk terus-menerus merasakan luka...
-
“Hubungan kita...
sebaiknya sampai disini saja, Joy.”
Joy terdiam,
membiarkan rasa hampa menguasai tubuhnya selama beberapa detik. Ia bisa
merasakan jiwanya yang seakan menghilang–entah kemana. Sekarang ini Joy hanya
berharap bahwa Chen hanya ingin membuatnya mati berdiri. Membuatnya mati rasa
dengan deretan kalimat yang tidak pernah ingin Joy dengar.
“Aku tidak suka kau
bermain-main seperti ini, Chen. Sekarang September. April masih lama tahu,
haha.” Joy berusaha untuk tertawa, tapi itu sia-sia saja. Ia tidak bisa tertawa
dengan lepas seperti dulu.
Chen yang mengubah hidupnya
menjadi seperti ini.
-
Dua puluh enam bulan bukanlah
waktu yang cepat.
Dan dua puluh enam bulan juga
adalah memori indah sekaligus kelam yang ia miliki...
-
“Kali ini aku
benar-benar serius, Joy. Aku ingin fokus pada studi-ku di Jepang.”
Seluruh saraf dalam
tubuh Joy seakan lumpuh. Ia masih tidak bisa mempercayai kalau Chen akan pindah
ke negara Sakura tersebut. Melanjutkan studi ke luar negeri berarti juga harus
menetap disana kan?
“Oh, kau pernah
menyinggung soal itu beberapa waktu yang lalu. Kau sudah memikirkannya lebih
lanjut?”
“Bahkan sebelum aku
memberitahukan hal ini padamu, aku sudah memikirkannya dengan baik.”
-
Inilah yang bisa ia berikan
untuk seseorang yang ia cintai.
Membiarkannya memilih jalan
hidupnya sendiri...
-
Joy benar-benar kehilangan
kontak dengan Chen selama setahun. Lelaki itu tidak menghubunginya sama sekali.
Ia pun begitu. Ia tidak ingin mengganggu Chen barang semenit. Meski ia tahu
bahwa Chen sangat memiliki banyak waktu luang disana.
Gadis itu juga tahu,
alasan lelaki itu pindah ke Jepang sebenarnya bukanlah untuk urusan pendidikan.
Chen berusaha untuk
menjauhinya. Menjauh dengan alasan melanjutkan studinya benar-benar membuat
batin Joy remuk.
Chen terlalu jahat
untuk dikatakan sebagai manusia sekarang...
-
Karena sekarang Joy sadar. Ia tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk
terus bersama dengan Chen. Lelaki itu pernah mengatakan untuk selalu
menyayanginya, menjaganya, tidak pernah pergi jauh darinya.
Tapi sekarang, semuanya bertolak belakang...
Yang ada hanyalah rasa hampa yang akan menemani selama sisa waktu
hidupnya...
Dan untuk pertama kalinya dalam hidup, Joy menemukan sebuah fakta
mengejutkan.
Fakta bahwa rasa sayang yang manusia miliki tidak pernah abadi...
–END–